Sampaiselentur itu ajaran Allah untuk berda'wah, padahal kita ketahui bersama bagaimana kekejaman dan kerasnya fir'aun dalam menentang agama Allah SWT. Demikian Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA) Semoga
Daribeberapa prinsip ajarannya nampak Hizbut Tahrir mengutamakan dakwah politik yang lebih bersifat lisan. Dari sudut pandang politik Indonesia HTI telah mengambil peran sebagai oposan. Tentu saja jika memiliki dukungan Intelektual yang memadai akan lebih mampu mewarnai pengambilan keputusan politik di negeri ini.
Sebagaimanayang termaktub dalam surah ali imran ayat 07, bahwa ayat-ayat dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua; muhkamat dan mutasyabihat.Perbedaan antara keduanya sangat penting untuk dikenali dan dimengerti, utamanya ayat mutasyabihat, agar kita tidak salah dalam memahami sehingga dapat terjerat dalam jurang pemikiran sesat.. Syekh Hasan Ayyub
Perbedaanlatar belakang tentu berakibat pada perbedaan tingkat kepahaman dan penafsiran. Meskipun sumbernya sama persis. Dan kita, aswaja, tidak bisa menghakimi siapakah yang benar, karena kita tidak ikut dalam perjalanan ziarah sebagaimana pemisalan di atas. Apa yang menjadi dasar keyakinan aswaja yaitu “Kullu shohabiy udulun.”
Gampangnya jika ingin kenal dan paham apa itu Aswaja, datanglah ke PBNU. Datanglah pada ulama NU. Prinsip Aswaja yang saat ini gencar diekspor NU keseluruh dunia adalah prinsip Wasathiyah (moderatisme). Dengan prinsip ini, NU eksis menyebarkan vaksin perdamaian untuk memberantas virus terorisme dan radikalisme.
KkMrL7.
Ahlussunnah wal Jamaah aswaja adalah paham yang diikuti oleh mayoritas umat Islam dengan berpedoman pada rumusan akidah Imam Abul Hasan Al-Asyari w. 324 H, dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi w. 333 H. Syekh As-Safarayni Al-Hanbaly dalam Al-Lawami’ menambahkan Al-Atsariyah sebagai bagian dari keluarga besar Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu para pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Kaum Salafi Wahabi, yang adalah para pengikut manhaj Syekh Abdul Wahhab mendaku sebagai bagian dari Al-Atsariyah ini. Pengakuan inilah yang dikritik oleh penulis buku dengan tebal 410 halaman ini. Buku yang ditulis kiai muda yang dikenal ahli debat, ahli fiqih dalam forum bahtsul masail, serta pemerhati kajian ulumul hadits ini menjelaskan kepada kita posisi akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang sesungguhnya. Dengan demikian dalam buku ini dikemukakan pandangan banyak ulama dalam mazhab Hanbali, bahkan termasuk Imam Ahmad bin Hanbal yang justru menegasikan klaim kaum Salafi wahabi tersebut. Buku ini oleh penulisnya disebut sebagai buah karya yang paling menguras pikiran, setelah hampir membenarkan akidah Salafi akibat membaca salah satu kitab kritikan ulama mereka terhadap akidah Asy'ariyah. Buku ini menjawab kritikan ulama salafi tersebut dengan argumentasi yang meyakinkan. Topik pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga. Pertama, tentang hujjah-hujjah tafwidh dan ta'wil sifat khabariyah dan jawaban atas akidah itsbat makna zhahir 'ala Salafi yang menjadi sumber keyakinan Allah serupa dengan makhluk. Kedua, tentang jawaban dan penjelasan ayat dan hadits Nabi yang seakan-akan Allah memiliki arah di atas sebagaimana keyakinan Salafi. Ketiga, tentang masalah-masalah akidah yang diperdebatkan seperti hukum mengatakan Allah berada di atas, mengapa sifat wajib Allah dirumuskan 20 saja, polemik sifat kalam Allah, polemik hadits ahad dalam akidah, kritik terhadap tauhid tiga, polemik ilmu kalam, betulkah ulama Ahlussunnah bertobat dari ilmu kalam, penjelasan tiga fase Imam Abul Hasan Al-Asy'ari, fiqih As-Syafi'i tetapi akidah As-Asy'ari, metode pendalilan madzhab Asy'ariyah, Allah wujud tanpa tempat dan arah, dan lain-lain. Dalam buku ini, pembaca benar-benar akan diajak menjelajah pembahasan akidah sifat Allah secara luas dengan rujukan-rujukan ilmiah yang lengkap. Sekali lagi, buku ini kembali membuktikan bahwa akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah, akidah mayoritas ulama Islam, benar-benar sejalan dengan akidah Ahlussunah wal Jama'ah dari kalangan salaf dan akidah Salafi yang mengklaim diri sebagai pengikut salaf justru menyelisihinya. Membuka tema akidah salaf, penulis buku ini mengemukakan tiga varian umat Islam dalam memahami akidah sifat khabariyah. Pertama adalah kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang berlaku moderat dan adil. Dalam Ahlussunnah wal Jamaah dikenal dua pendekatan, yaitu tafwidh, yakni sifat yang termaktub di dalam Al-Qur'an maupun hadits yang menunjukkan seolah-olah sama antara Allah dan makhluk maka sifat tersebut diserahkan maknanya dan disesuaikan dengan keagungan dan kemahatinggian Allah, tanpa menetapkan maknanya. Semisal Istiwa', maka Allah Istawa dengan Istiwa' yang selayaknya bagi Allah tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Inilah yang dikenal dengan mazhab Salaf bukan Salafi. Berikutnya adalah takwil, dengan maksud bahwa ayat-ayat Al-Qur'an dan sunnah yang menunjukkan seolah sama dengan makhluk maka ditakwil, misalnya istiwa' tersebut ditakwil bahwa Allah menguasai Arsy. Mata Allah ditakwil dengan Rahmat Allah. Tangan Allah ditakwil dengan kekuasaan Allah. Allah tertawa ditakwil dengan ridla Allah. Allah fis sama' ditakwil bahwa Allah Maha Tinggi derajatnya bukan tempat dan arah. Sebab dengan tafwidh dan takwil tersebut, kita telah memahasucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ Artinya, "... Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat." Ash-Shūraá ayat 11. Inilah mazhab yang kita ikuti dalam Akidah Asy'ariyah. Yang pertama atau kedua adalah Ahlissunah wal Jamaah. Kedua, kelompok yang meyakini zahir ayat dan hadits lalu menetapkan maknanya. Istawa oleh mereka diyakini bahwa “Allah Istawa” di langit dan atas Arsy dengan arti “bersemayam,” meskipun mereka berkilah bersemayamnya tidak sama dengan makhluk. Anehnya mereka mengklaim keyakinan ini sebagai Mazhab Salaf, padahal kita tahu ulama Salaf tidak menetapkan makna. Demikian pula dengan sifat yang lain, menurutnya mereka menetapkan sifat yang Allah sendiri menetapkan sehingga menurut mereka Allah bertangan tetapi tidak sama dengan tangan makhluk. Allah mempunyai mata tetapi tidak sama dengan mata makhluk. Allah memiliki wajah tetapi tidak sama dengan makhluk. Dan seterusnya. Subhanallah 'amma yashifun. Di buku inilah semua dibahas tuntas. Ketiga, kelompok muaththilah dari mazhab Muktazilah, Jahmiyyah dan lain-lain yang menihilkan Allah dari sifat-sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Quran dengan alasan potensi tasybih dan tajsim. Mereka ini menomorsatukan akal dan takwilnya cenderung pada tahrif mengubah makna. Hadirnya buku ini melengkapi jawaban para ulama Ahlussunnah wal Jamaah dalam menjawab kerancuan kaum Salafi Wahabi. Kiprah penulisnya yang dikenal banyak menjelaskan Aswaja dan firqah di luar Aswaja di Malaysia ini adalah bagian data bahwa penulisnya adalah seorang yang sangat menguasai tema-tema perdebatan seputar akidah salaf, menyajikan data justru dari ulama yang biasa dijadikan rujukan oleh kaum salafi wahabi, dan kitab-kitab yang biasa mereka rujuk, dan menjelaskankannya dengan cara yang sistematis dan argumentatif. Rujukan ratusan kitab-kitab dalam bahasa Arab tersajikan pula dalam daftar pustaka, sebanyak delapan halaman. KH Yusuf Suharto, peresensi adalah pengurus Aswaja NU Center Jatim dan dosen pada salah satu universitas di Jombang. Identitas Buku Judul Klaim Dusta Salafi Wahabi tentang Akidah Salafi Penulis Nur Hidayat Muhammad Ukuran 15,5x23 cm Tebal 422 hal xii + 410
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Belakangan masyarakat disektitar rumah diributkan dengan riuh kabar berita pertentangan antara ASWAJA dan SALAFI. Berbagai tokoh masyarakat turut andil dalam hiruk-pikuk kabar tersebut. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat saya masih memegang teguh ajaran kultural atau bisa disebut dengan kaum tradisionalis. Jadi kalau ada faham dan ajaran baru, sangat wajar jika responsif. Sedikit saya akan menuliskan tentang perbedaaan ajaran ASWAJA dan SALAFI diambil dari berbagai buku bacaan. Baca juga Pengertian dan Nilai-Nilai Aswaja Kalaupun nanti ada kekeliruan, kekurangan sangat menarik untuk dikaji lebih mendetail. Agar bisa menambah khazanah pengetahuan, berikut perbedaan antara ASWAJA DAN SALAFI Secara arti kata Ahl, berarti keluarga, golongan, atau bermakna al-thariqah berarti jalan .Al-Jama'ah, asal katanya ijtima' perkumpulan, yang merupakan lawan kata taffaruqperceraian dan furqah perpecahan. Adapun secara definisi secara istilah Aswaja terdiri dari dua pengertian, yaitu Sunnah adalah suatu nama untuk cara yang diridlai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasullulah. Baca juga Feminis Aswaja sebagai Ciri Khas Gerakan KOPRIJama'ah adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat, tabi'in, dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Syaikh Abdullah al-Harari menegaskan pengertian al-Jama'ah merupakan aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin al-sawad al-a'zham.Sedangkan SALAFI Bisa juga disebut dengan Wahabi pencetusnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab berada ketika pemerintahan Sultan Salim III 1204-1222 H. Para pengikut Wahabi memberi pengakuan salaf shalih 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Sumber gambar dokumen pribadi penulis – Aswaja adalah istilah yang sangat masyhur di kalangan umat Islam Indonesia, yaitu singkatan dari Ahlu Sunnah wal Aswaja sebagai ajaran adalah suatu mazhab dalam berakidah tauhid, dan bersyariat ibadah maupun muamalah, serta berakhlak sopan santun yang merupakan pelestarian dari ajaran Rasulullah SAW, sesuai pemahaman para sahabat serta pemahaman para ulama yang dimaksud mazhab adalah jalan yang dilewati/dilalui atau tata cara untuk dijadikan pegangan atau sesuatu yang menjadi tujuan seseorang. Sesuatu itu dikatakan mazhab jika dapat menjadi ciri khas bagi mazhab Aswaja adalah pilihan seseorang untuk menjalani tata cara beragama Islam sesuai dengan ciri khas Aswaja sebagaimana yang disepakati oleh para Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq, juz 1, hal. 80 mendefinisikan Aswaja sebagai berikut; Yang dimaksudkan dengan Sunnah adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pengertian Jamaah adalah sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW pada masa empat Al- Khulafa Al-Rasyidin yang telah diberi hidayah oleh Allah SAW bersabda Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian dari ahli kitab itu terpecah menjadi 72 golongan, sedangkan umatku ini akan terpecah menjadi 73 golongan, dan yang 72 golongan itu akan masuk neraka, sedangkan yang 1 golongan akan masuk surga, yaitu Aljamaah. HR. Abu Dawud dan lainnya, dan dishahihkan oleh Imam Hakim, Imam Assyathibi dan Imam Al-Iraqi.Dalam hadis riwayat Imam At Tirmidzi disebutkan, mereka para shahabat bertanya Siapa yang selamat itu wahai Rasulullah ?. Beliau Rasulullah menjawab Yaitu golongan yang mengikuti aku dan para sahabatkuDari Abdullah bin Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku kepada kebatilan kesesatan, dan kekuasaan/keberkahan dari Allah itu diberikan kepada jamaah. Barangsiapa yang terpisah dari golongan mayoritas, maka akan perpisah atau tersesat ke neraka HR. At Tirmidzi.Secara praktek di lapangan, akidah Aswaja dewasa ini mempunyai ciri khas yang dapat membedakan dengan golongan lain, yaitu di dalam bermazhab fikih ibadah dan muamalah selalu beristiqamah mengikuti salah satu empat mazhab fikih mutabar, yaitu mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hambali. Yang mana ke-empat Imam ini hidup antara tahun 80 H hingga 241 ke-empat imam mujtahid mutlaq dalam berfikih inilah yang disepakati oleh para ulama dunia, sebagai ciri khas mazhab Aswaja, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan demikian, jika ada pihak-pihak yang menolak untuk mengikuti salah satu dari ke-empat mazhab ini, atau berusaha menambah mazhab ke-lima, semisal kelompok yang mengklaim sebagai mazhab Ja'fari kelompok Syiah Imamiyah Jakfariyah Khomeiniyah, maka sudah dapat dipastikan jika mereka itu bukan termasuk warga batasan empat mazhab ini pula, maka Aswaja secara otomatis akan menolak kelompok-kelompok yang tidak bermazhab, sekalipun mereka menamakan diri sebagai kelompok yang berpegang teguh dengan Alquran dan Assunnah, semisal beberapa cabang dari kelompok Salafi, atau kaum liberal yang hanya mengandalkan akal pikirannya saja karena mengikuti metode kaum orientalis khusus untuk umat Islam yang berdomisili di Asia Tenggara wilayah Nusantara, maka mayoritas warga Aswaja lebih berpegangan kepada ajaran fikih menurut mazhab Syafii, baik dalam tata cara beramal ibadah kepada Allah, tata cara bermuamalah dengan sesama manusia, maupun dalam menyampaikan dakwah Islamiyah di tengah di dalam berakidah tauhid, selalu istiqamah mengikuti mazhab Asy'ariyah yang dirintis oleh Imam Abu Hasan al-Asyari 260 / 330 H dan mazhab Maturidiyah yang dirintis oleh Imam Abu Mansur al-Maturidi 238 / 333 H sebagai landasan lebih mudah diingat adalah akidah yang mengajarkan 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Serta mengajarkan 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul, dan 1 sifat jaiz bagi demikian, Aswaja menolak ajaran Trilogi Tauhid ala Salafi yang mengajarkan Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma was Shifat. Termasuk ciri khas mazhab Aswaja yaitu bertumpu pada Alquran, Hadis, Ijma, dan mensitir ayat atau hadis yang akan dijadikan argumentasi, maka warga Aswaja melakukannya secara bertahap, sebagaimana yang selalu diterapkan oleh Imam Asy'ari. Yaitu mengambil makna dhahir dari nash teks Alquran dan Hadis, namun dengan sangat berhati-hati serta tidak menolak penakwilan terhadap nash tersebut, sebab memang ada nash-nash tertentu yang memiliki pengertian sama, namun tidak dapat diambil dari makna dhahirnya, tetapi harus ditakwilkan untuk mengetahui pengertian yang juga tidak menolak penggunaan akal, karena Allah menganjurkan agar umat Islam selalu melakukan kajian prinsipnya warga Aswaja tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang dilakukan kaum mu'tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatkan akal di dalam naql teks agama.Jadi Aswaja itu menjadikan akal dan naql itu saling membutuhkan dan melengkapi. Naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat, dengan akal kita akan bisa meneguhkan naql dalam membela ajaran Aswaja juga diperkenalkan Ilmu tasawuf, yaitu ilmu akhlak yang mengajarkan tata cara serta adab sopan santun beribadah kepada Allah serta tata cara dan adab sopan santun dalam bermasyarakat, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak muliaAdapun warga Aswaja bersepakat mengikuti ilmu tasawuf berbasis syariat sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama Sufi seperti mazhab Imam Junaid al Baghdadi, 210-298 H. Beliau sangat masyhur sebagai penggagas utama teori tasawuf berbasis syariat, beliau mengatakan Pengetahuan kami ini terikat dengan Alquran dan Assunnah sumber Ithaf al-Dhaki. Oman Fathurrahman, 256.Serta mengikuti tasawuf Imam Al-Ghazali 450-505 H, pengarang kitab Ihya Ulumuddin. Termasuk juga mengikuti ajaran Syekh Abdul Qadir al Jailani 470-561 H, pengarang kitab Alghunyah. Serta mengikuti ajaran Alhabib Abdullah bin Alwi Alhaddad 1044-1132 H pengarang kitab Nashaihud Diniyah, sekaligus mengikuti para pemuka Sufi lainnya, yang senafas dengan teori Imam Junaid al Aswaja itu adalah tasawuf berdasarkan syariat dan secara berjenjang sampai pada tingkat ma'rifat billah. Jadi syariah dan tasawuf Aswaja itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena corak tasawuf ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut1 Ajarannya menekankan aspek pembinaan akhlak yang terpuji dalam hubungan antara manusia dan Tuhan maupun dalam hubungan antar sesama manusia dan lingkungannya.2. Ajarannya diselaraskan sepenuhnya dengan ilmu syariat.3. Ajarannya tidak mengandung syathahat yang dipandang telah menyimpang dari ajaran Islam menurut para ulama syariat.4. Ajarannya berdasarkan penafsiran dan pemahaman ajaran Islam yang dekat dengan bunyi teks Alquran dan Hadis.5 Dalam ajaran tasawuf Aswaja masih terlihat jelas perbedaan antara abid dan mabud serta khaliq dan makhluk, sehingga tidak terdapat unsur-unsur syirik baik dalam akidah maupun dalam inilah yang pada akhirnya dilestarikan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan para pendiri NU lainnya, sehingga Aswaja dengan pemahaman ini sudah menjadi trade merk bagi akidah warga NU yang tidak dapat diganggu hakikatnya ajaran tasawuf berbasis syariat inilah yang sesuai dengan ajaran para Walisongo sebagai penyebar agama Islam pertama kali di wilayah Nusantara yang wajib dilestarikan oleh segenap warga Aswaja .Saat ini sudah ada pihak-pihak yang berusaha membuat definisi Aswaja gaya baru, dengan cara membongkar-pasang definisi Aswaja yang telah dirumuskan oleh para ulama Salaf dan dilestarikan oleh KH. Hasyim Asy`ari sebagaimana tersebut di yang tidak bertanggung-jawab ini sengaja membuat semacam kritikan sekalipun dengan istilah kajian ulang terhadap definisi Aswaja, lantas mereka membuat rumusan Aswaja yang lebih inklusif, dengan tujuan agar warga Aswaja dapat mengakomodir kelompok Syiah atau liberal, bahkan kelompok Salafi dalam definisi Aswaja gaya baru itu, perlu kiranya warga Aswaja, khususnya warga Nahdliyyin untuk mewaspadai intrik-intrik dari pihak-pihak `perusak akidah` tersebut dan menolak segala bentuk `kebohongan publik` yang mereka lakukan, sekalipun dikemas dengan bahasa ilmiah menurut standar ini, banyak tuduhan negatif dari kaum yang mengaku dirinya paling bermanhaj salaf terhadap umat Islam yang mengadakan tahlilan dan kirim doa kepada ahli kubur, yang dilaksanakan pada hari ke 1, 2, 3 atau hingga hari ke 7, dan pada hari ke 40, 100, 1000, atau pelaksanaan haul tahunan. Kaum Salafi mengatakan bahwa waktu-waktu yang dipilih itu adalah hasil konversi dari adat istiadat Hindu yang diadopsi oleh para pengamalnya. Karena itulah kaum Salafi melarang kelompoknya mengikuti tradisi Hindu menyanggah tuduhan Salafi ini sangatlah mudah. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam, maka boleh saja diadopsi oleh umat Islam. Contoh, kebiasaan bercelana panjang pantalon dengan memakai baju hem dan berdasi adalah adat istiadat si penjajah Belanda sang penyebar agama Kristen di Indonesia. Mereka jika mengadakan ritual agama Kristen di dalam gereja juga menggunakan celana sebagian ulama di masa penjajahan, sempat mengharamkan penggunaan celana panjang bagi umat Islam, dengan dalil man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka. Karena bercelana pantalon saat itu menyerupai kaum Kristen Belanda, maka dihukumi pada akhir perkembangan, budaya bercelana panjang pantalon sudah menjadi budaya masyarakat muslim Indonesia, bahkan banyak sekali yang melaksanakan salat pun dengan menggunakan celana panjang pantalon.Dasi pun kini sudah menjadi seragam para pegawai perkantoran, maupun anak-anak pelajar sekolah formal setingkat SD, SLTP dan SLTA. Dasi juga menjadi hal yang tidak pernah dipermasalahkan oleh kaum diteliti secara jujur, tidak sedikit kaum Salafi Indonesia yang menggunakan celana panjang pantalon dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat berfatwa di kalangan kelompoknya, bahkan anak-anak mereka juga dimasukkan sekolah formal dengan menggunakan seragam wajib Muhammad SAW sendiri mengadopsi adat istiadat kaum Yahudi dalam melaksanakan puasa sunnah `Asyura, tapi ditambahi 1 hari tanggal 9-10 atau 10-11 Muharram agar tidak sama dengan puasanya dalam sejarah disebutkan, tatkala Nabi Muhammad SAW masuk kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Lantas beliau Raaulullah bertanya mengapa mereka berpuasa pada tanggal 10 Yahudi menjawab Kami berpuasa karena syukur kepada Allah atas diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharram.. ! Maka Nabi Muhammad SAW mengatakan Sesungguhnya kami lebih berhak bersyukur kepada Allah atas hal itu dari pada kalian .. !Kemudian Nabi Muhamad SAW perintah kepada umat Islam Shuumuu yauma `Aasyuura wakhaaliful yahuud, shuumu yauman qablahu au yauman bakdahu Berpuasa `Asyuura-lah kalian, tapi berbedalah dengan kaum Yahudi, berpuasa jugalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. HR. Bukhari & koko juga dari budaya China yang mayoritas masyarakatnya beragama Kong Hu Chu dan Atheis, tapi kini menjadi trend sebagai baju muslim masjid dulunya berasal dari kubah gereja kemudian dirubah bentuknya menjadi kubah yang stupa, padahal bentuk stupa juga menjadi salah satu adat rumah ibadah Budha. Sedangkan menara masjid diadopsi dari menara kaum Majusi penyembah api, demikian dan semua adat istiadat tersebut di atas, tidak bertentangan dengan subtansi syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja. Apalagi umat Islam mengisi hari-hari kematian keluarganya pada hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan, yang sangat berbeda dengan adat kaum Hindu. Umat Islam mengisinya dengan membaca Yasin, Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi, berdoa mohon ampunan kepada Allah untuk ahli kubur, dan sudah sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW. Bahkan semua isi amalan tahlilan itu subtansinya adalah pengamalan ajaran Alquran dan Hadis Nabi Muhammad dari kajian Aswaja bersama- KH. Luthfi Bashori- KH. Idrus Ramli- Buya Yahya Ma` Tawfiq Ndon
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ditinjau dari arti Ahl yang berarti keluarga - keluarga pengikut dan penduduk, sedangkan as - sunnah bermakna jalan, cara atau perilaku nabi dan al jamaah berarti mengumpulkan sesuatu atau bisa diartikan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Sedangkan pengertian aswaja dapat disimpulkan bahwa semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW. Dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam aqidah, Syariah dan tasawuf. Adapun pengertian aswaja secara terminology dapat didefinisikan bahwa aswaja adalah orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandasan atas dasar - dasar juga Pengertian dan Nilai-Nilai Aswaja Menurut pandangan pribadi saya aswaja adalah suatu paham yang berlandaskan sunnah - sunnah rasulullah SAW. Yang diterapkan atau diikuti oleh ppara pengikutnya. Suatu paham aswaja banyak diikuti oleh beberapa golongan islam yang ada diindonesia, mereka percaya bahwa adanya suatu paham aswaja. Adapun contoh dari golongan - golongan pengikut aswaja yaitu, NU nahdlatul ulama, Muhammadiyah, dan masih banyak yang lain. Dalam berorganisasi PMII, aswaja merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian tersebut. Bagi PMII, aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukan bahwa islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan juga 100 Hujjah Aswaja Menjadi Rujukan Warga Nahdlatul UlamaBetapa sangat pentingnya paham aswaja bagi kehidupan. Dengan menjadikan aswaja sebagai suatu paham yang tertanam di hati akan menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Adapun cara agar kita selalu dalam jalannya aswaja yaitu, tawasuth yang dapat diartikan sebuah sikap moderat yang tidak cenderung ke kanan maupun ke kiri, contohnya kita dihadapkan suatu masalah, kita menyikapinya dengan cara berikhtiar dan mencari solusi yang terbaik agar tidak terjadi kekeliruan kedepannya. Baca juga Jelang Usia Seabad, NU Kokoh Kawal Aswaja Nusantara Yang kedua yaitu tawazun, dapat diartikan dengan sikap berimbang atau harmonis dalam mengintegrasikan dalil - dalil, dengan begitu perlu adanya pertimbangan - pertimbangan untuk mencetuskan sebuah kebujakan. Yang ketiga adalah taadul, dapat diartikan dengan sikap adil dan netral dalam melihat konteks permasalahan. Yang terakhir adalah tasamuh, dapat diartikan dengan sikap toleransi yang berguna untuk menciptakan keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Dengan cara- cara diatas kita dapat menjaga dan berpegang teguh pada aswaja. Marilah kita berpegang teguh pada aswaja agar kehidupan berbangsa menjadi lebih baik. Lihat Pendidikan Selengkapnya
apa itu aswaja dan salafi